BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Wilayah pesisir sebagai daerah peralihan antara ekosistem
darat dan laut memiliki karakteristik
fisik, biologi, sosial, dan ekonomi yang unik. Keanekaragaman potensi sumber
daya alam di wilayah pesisir merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa yang
memiliki peran sangat signifikan dalam pengembangan ekonomi, sosial, budaya,
dan lingkungan masyarakat pesisir. Selain
itu wilayah ini merupakan tempat bertemunya berbagai kepentingan pembangunan
baik pembangunan sektoral maupun regional serta mempunyai dimensi internasional. Dalam Pengembangan potensi sumber daya alam di wilayah
pesisir tentunya akan melibatkan beberapa pihak terkait, seperti pemerintah
pusat, pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan lainnya yang seharusnya
tetap mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan.
Salah satu potensi yang dimiliki kawasan pesisir adalah
hutan mangrove. Luas area mangrove di wilayah pesisir Kota Semarang sebesar
84,47 ha, dengan luas terbesar terdapat di wilayah Kecamatan Tugu, sedangkan
luas area pertambakan sebesar 1.030,21 ha. Kelurahan Mangunharjo merupakan
salah satu kelurahan di Kecamatan Tugu yang memiliki potensi hutan mangrove yang telah dikembangkan sejak tahun
2001. Wilayah ini mempunyai posisi yang strategis dan kondisi yang baik dalam
arahan perkembangan Kota Semarang sebagai wilayah komersial. Hutan mangrove di
Kelurahan Mangunharjo ini sering dikunjungi oleh pelajar atau mahasiswa baik
dari dalam negeri maupun luar negeri. Hal tersebut secara tidak langsung dapat
mempermudah promosi untuk mengenalkan wisata mangrove ke dalam negeri maupun
luar negeri.
Namun, potensi hutan mangrove di Kelurahan Mangunharjo
kurang dimanfaatkan dengan baik yang dapat dilihat dari mangrove-mangrove yang
tidak dirawat dan banyaknya sampah di sekitar sungai dan laut. Berdasarkan
kondisi tersebut maka dapat dilakukan sebuah upaya pengelolaan wilayah pesisir
yang salah satunya dengan mengembangkan potensi sumber daya alam yang ada pada
ekosistem hutan mangrove Mangunharjo di Kota Semarang. Pengembangan mangrove
juga sebagai usaha prevensi terhadap bencana banjir dan abrasi di sekitar
pantai. Dalam pengembangan dan pengelolaan mangrove di Kelurahan Mangunharjo
menjadi dibutuhkan kerjasama antara Pemerintah Kota Semarang, swasta dan
masyarakat setempat.
Dalam mengembangkan potensi dan mengatasi permasalahan
kawasan pesisir Kelurahan Mangunharjo, maka diperlukan penerapan konsep “Waterfront city”. Konsep Waterfront City merupakan konsep
pengembangan tepi pantai yang
memiliki kontak visual dan fisik dengan air. Waterfront City merupakan bagian dari upaya pengembangan wilayah
perkotaan yang secara fisik alamnya berada dekat dengan air dimana bentuk
pengembangan pembangunan wajah kota yang terjadi berorientasi ke arah perairan.
Prinsip perancangan Waterfront City
adalah dasar-dasar penataan kota atau kawasan yang memasukan berbagai aspek
pertimbangan dan komponen penataan untuk mencapai suatu perancangan kota atau
kawasan yang baik. Pemanfaatan sempadan pantai atau pesisir terdapat penjelasan
dalam RTRW Kota Semarang 2011-2031 bahwa sempadan pantai diizinkan untuk
pengembangan pariwisata walaupun tertera pengembangannya secara terbatas.
Pada kawasan
perancangan kawasan pesisir Kelurahan Mangunharjo akan dikembangkan konsep “Wisata
Keluarga Hutan Mangrove Mangunharjo” yang menekankan pada aspek konservasi. Dari
aspek konservasi akan diikuti oleh aspek-aspek lain yang mendukung seperti
aspek edukasi dan transportasi. Pada aspek konservasi akan ditekankan sebagai
tempat untuk pengembangan dan pembibitan mangrove sebagai salah satu pencegahan
rob dan abrasi pantai di pantai utara Kota Semarang. Selain itu, juga akan
dibangun resort dengan pemandangan
indah di dekat laut. Aspek konservasi juga terdiri dari aspek edukasi yang
memberikan pengetahuan tentang mangrove, seperti pusat penelitian ekosistem
mangrove dan mangrove trail.
1.2 Rumusan Masalah
Kelurahan Mangunharjo
memiliki potensi hutan mangrove yang telah dikembangkan sejak tahun 2001. Namun
dalam pengembangan dan pemanfaatan potensi mangrove di pesisir Mangunharjo
belum optimal. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya sampah di pinggir
sungai dan laut serta terdapat kerusakan mangrove di sepanjang pesisir yang
berperan serta memperparah kondisi lingkungan disana. Masyarakat setempat
kurang berpartisipasi dalam menjaga hutan mangrove yang ada dan cenderung
kurang peduli terhadap pengembangan potensi mangrove yang kemungkinan besar
dapat membantu perekonomian mereka. Masyarakat belum mengerti manfaat dari
mangrove sehingga cenderung melakuan konversi hutan mangrove menjadi area
pertambakan dan pertanian.
Pengembangan dan
pemanfaatan potensi tanaman mangrove cocok untuk dilakukan di Kelurahan Mangunharjo
karena letaknya yang strategis dan terhubung langsung dengan jalur pantura
Semarang-Kendal. Namun, aksesibilitas menuju hutan mangrovenya yang kurang
terjangkau. Untuk menuju ke hutan mangrove harus melewati permukiman penduduk
yang jalannya sempit serta harus melewati jalan setapak yang berada di
tengah-tengah tambak, sehingga hanya bisa dilewati dengan berjalan kaki.
Dilihat dari isu kelembagaan, Pemerintah
Kota Semarang kurang memperhatikan banyaknya manfaat penanaman mangrove
yang dapat memperkecil dampak dari abrasi serta dapat menjadikan Kelurahan Mangunharjo
sebagai kawasan wisata mangrove. Pemerintah juga belum menyediakan anggaran
daerah untuk membeli bibit mangrove, namun justru pihak swasta yang membantu
membelikan bibit mangrove untuk ditanam di Kelurahan Mangunharjo. Masih perlunya
penguatan koordinasi antara instansi terkait dan penegakan hukum akan memberi
kontribusi bagi upaya pengembangan dan pemanfaatan potensi hutan tersebut.
Pengembangan
mangrove juga sebagai usaha prevensi terhadap bencana abrasi dan banjir yang
terjadi di sekitar pesisir pantai Mangunharjo. Kelurahan Mangunharjo merupakan
salah satu kelurahan di Kecamatan Tugu yang berbatasan langsung dengan Laut
Jawa sehingga memiliki potensi abrasi yang cukup besar. Apabila terjadi abrasi
dan banjir maka akan mengancam tambak warga sehingga akan berdampak juga pada
perekonomian warga sekitar. Pengembangan mangrove juga diikuti oleh penghijaun
dan penanaman bibit mangrove sehingga kawasan di pesisir pantai Mangunharjo
terasa lebih rindang dan sejuk.
1.3 Tujuan
dan Sasaran
1.3.1 Tujuan
Tujuan dari perancangan kota ini adalah membuat konsep
design kawasan pariwisata pesisir Kota Semarang yaitu di Kecamatan Tugu
tepatnya di Kelurahan Mangunharjo dengan mengembangkan dan memanfaatkan potensi
mangrove yang ada. Konsep yang akan diterapkan pada wilayah studi adalah “Wisata
Keluarga Hutan Mangrove Mangunharjo” berdasarkan aspek konservasi dengan
memperhatikan kaidah-kaidah Waterfront
City.
1.3.2 Sasaran
Sasaran yang dibutuhkan demi terwujudnya tujuan dalam
perancangan kota ini adalah sebagai berikut :
- · Melakukan justifikasi dan deliniasi wilayah studi perancangan
- · Mengidentifikasi potensi dan permasalahan yang terdapat di wilayah studi perancangan
- · Menentukan dan menyusun konsep perancangan
- · Melakukan analisis-analisis perancangan kota, seperti : analisis aktivitas dan kebutuhan ruang dan lain-lain
- · Melakukan analisis-analisis elemen-elemen perancangan kota
- · Membuat desain siteplan pada wilayah studi perancangan
- · Membuat detail rancangan dan Urban Design Guidelines
1.4 Ruang Lingkup
Ruang lingkup perancangan kota terdiri dari dua yaitu
ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup materi, sebagai berikut:
1.4.1 Ruang
Lingkup Wilayah
a
Makro
Kota
Semarang merupakan Ibukota Provinsi Jawa Tengah yang berada di pesisir utara
Laut Jawa. Kota Semarang memiliki luas 373 km2 dan terbagi menjadi
16 Kecamatan. Berikut ini adalah batas-batas administrasi Kota Semarang :
· Sebelah
Utara : Laut Jawa
· Sebelah
Selatan : Kabupaten Semarang
· Sebelah
Timur : Kabupaten Kendal
· Sebelah
Barat : Kabupaten Demak
Sumber : Bappeda Kota
Semarang 2011 diolah oleh Kelompok 8A Perancangan Kota, 2015
Gambar 3.1 1 Peta Administrasi Kota Semarang
b
Meso
Ruang lingkup wilayah meso yang menjadi kawasan
perancangan adalah Kecamatan Tugu. Kecamatan Tugu
merupakan salah satu kecamatan yang ada di Semarang Timur dengan luas wilayah
31,29 km2.. Berikut ini
adalah batas-batas administrasi Kecamatan Tugu :
· Sebelah
Utara : Laut Jawa
· Sebelah
Selatan : Kecamatan Ngaliyan
· Sebelah
Timur : Kecamatan Semarang Barat
· Sebelah
Barat : Kabupaten Kendal
Sumber : Bappeda
Kota Semarang 2011 diolah oleh Kelompok 8A Perancangan Kota, 2015
Gambar
3.1 2 Peta Administrasi Kecamatan Tugu
c
Mikro
Wilayah studi Perancangan Kota dengan tema “Waterfront City” berupa spot hutan mangrove yang berlokasi di Kota Semarang
tepatnya di Kecamatan Tugu, Kelurahan Mangunhajo. Luas wilayah studi
Perencanaan Kota sebesar 10,25 Ha. Adapun batas-batas wilayah studi sebagai
berikut:
· Sebelah
Utara : Laut Jawa
· Sebelah
Barat : Tambak (Kelurahan Mangunharjo)
· Sebelah
Timur : Tambak (Kelurahan Mangkang
Wetan)
· Sebelah
Selatan : Tambak (Kelurahan Mangunharjo)
Sumber : Bappeda
Kota Semarang 2011 diolah oleh Kelompok 8A Perancangan Kota 2015
Gambar
3.1 3 Peta Deliniasi Wilayah Studi Perancangan Kota
1.4.3 Ruang
Lingkup Materi
Ruang lingkup materi yang akan dibahas dalam laporan ini
adalah sebagai berikut :
·
Analisis Aktivitas Dan Kebutuhan Ruang
Analisis
ini meliputi analisis aktivitas dan pengguna, analisis kebutuhan ruang,
analisis hubungan antar kelompok aktivitas dan analisis organisasi ruang.
·
Analisis Tapak
Analisis
ini meliputi analisis konstelasi wilayah, analisis lingkungan, analisis
topografi, analisis aksesibilitas, analisis view,
analisis vegetasi, analisis arah angin dan lintasan matahari, analisis
drainase, analisis kebisingan dan menghasilkan rencana zoning kawasan.
·
Analisis Penyediaan Infrastruktur
Analisis
penyediaan infrastruktur terdiri dari analisis jaringan jalan, jaringan air
bersih, jaringan listrik, jaringan persampahan, dan jaringan sanitasi.
·
Elemen-Elemen Rancang Kota
Analisis elemen-elemen rancang kota meliputi tata guna
lahan, bentuk dan massa bangunan, ruang terbuka, sirkulasi dan parkir, signage,
jalur pejalan kaki, aktivitas penunjang dan preservasi.
·
Analisis Kriteria Terukur
Analisis
kriteria terukur digunakan untuk menganalisis KDB (Koefisien Dasar Bangunan), ketinggian
bangunan, GSB (Garis Sempadan Bangunan), dan jarak antar bangunan.
·
Amplop Bangunan
Amplop
bangunan digunakan untuk menganalisis KDB (Koefisien Dasar Bangunan),
ketinggian bangunan, GSB (Garis Sempadan Bangunan), dan jarak antar bangunan
yang merupakan standarisasi bangunan didalam
kawasan perancangan.
·
Analisis Tak
Terukur
Analisis
tak terukur digunakan untuk menganalisis access,
compability, view, identity, sense dan liveability
yang terdapat di kawasan perancangan.
·
Elemen-Elemen Estetika
Analisis ini digunakan untuk menganalisis proporsi,
hirarki, balance dan irama.
·
Elemen-Elemen Citra Kota
Analisis elemen-elemen citra kota terdiri dari path, edge, landmark, district, dan node.
·
Urban
Design Guideliness
Disusun
dengan tujuan menghubungkan hasil rancangan kedalam suatu panduan rancang yang
spesifik, yang berisi peruntukkan kawasan, pola dan tata massa bangunan,
pengaturan fasilitas pendukung, pengaturan street
furniture, dan isonometri.
1.5 Kerangka
Pikir
Sumber : Analisis
Kelompok 8A Perancangan Kota, 2015
Gambar 3.1 4 Kerangka Pikir Perancangan
1.6 Sistematika
Penulisan
Sistematika dari penulisan laporan perancangan kota
adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan sasaran,
ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup materi, kerangka pikir, dan sistematika
penulisan.
BAB II KAJIAN LITERATUR
Pada bab ini berisi kajian literatur mengenai pengertian waterfront city dan best practice.
BAB III GAMBARAN UMUM
Bab ini membahas mengenai konstelasi wilayah studi yang terdapat tinjauan
kebijakan, gambaran wilayah studi perancangan yang meliputi batas wilayah dan
kondisi fisik.
BAB IV KONSEP PERANCANGAN
Bab ini membahas mengenai konsep perancangan, justifikasi
pemilihan konsep, indikator konsep, dan penerapan konsep
BAB V ANALISIS PERANCANGAN KAWASAN
Bab ini membahas mengenai analisis aktivitas dan
kebutuhan ruang, analisis tapak, analisis penyediaan infrastruktur,
elemen-elemen rancang kota, analisis kriteria terukur, amplop bangunan,
analisis kriteria tak terukur, analisis elemen estetika, analisis elemen citra
kota.
BAB VI URBAN DESIGN GUIDELINES (UDGL)
Bab ini membahas mengenai
peruntukan kawasan, pola dan tata massa bangunan.
BAB VII PENUTUP
Bab ini berisi
kesimpulan dari analisis-analisis yang telah dilakukan.




Tidak ada komentar:
Posting Komentar