Senin, 28 Desember 2015

BAB I

PENDAHULUAN


1.1        Latar Belakang

Wilayah pesisir sebagai daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut memiliki  karakteristik fisik, biologi, sosial, dan ekonomi yang unik. Keanekaragaman potensi sumber daya alam di wilayah pesisir merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki peran sangat signifikan dalam pengembangan ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan masyarakat pesisir. Selain itu wilayah ini merupakan tempat bertemunya berbagai kepentingan pembangunan baik pembangunan sektoral maupun regional serta mempunyai dimensi internasional. Dalam Pengembangan potensi sumber daya alam di wilayah pesisir tentunya akan melibatkan beberapa pihak terkait, seperti pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan lainnya yang seharusnya tetap mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan.
Salah satu potensi yang dimiliki kawasan pesisir adalah hutan mangrove. Luas area mangrove di wilayah pesisir Kota Semarang sebesar 84,47 ha, dengan luas terbesar terdapat di wilayah Kecamatan Tugu, sedangkan luas area pertambakan sebesar 1.030,21 ha. Kelurahan Mangunharjo merupakan salah satu kelurahan di Kecamatan Tugu yang memiliki potensi hutan mangrove yang telah dikembangkan sejak tahun 2001. Wilayah ini mempunyai posisi yang strategis dan kondisi yang baik dalam arahan perkembangan Kota Semarang sebagai wilayah komersial. Hutan mangrove di Kelurahan Mangunharjo ini sering dikunjungi oleh pelajar atau mahasiswa baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Hal tersebut secara tidak langsung dapat mempermudah promosi untuk mengenalkan wisata mangrove ke dalam negeri maupun luar negeri.
Namun, potensi hutan mangrove di Kelurahan Mangunharjo kurang dimanfaatkan dengan baik yang dapat dilihat dari mangrove-mangrove yang tidak dirawat dan banyaknya sampah di sekitar sungai dan laut. Berdasarkan kondisi tersebut maka dapat dilakukan sebuah upaya pengelolaan wilayah pesisir yang salah satunya dengan mengembangkan potensi sumber daya alam yang ada pada ekosistem hutan mangrove Mangunharjo di Kota Semarang. Pengembangan mangrove juga sebagai usaha prevensi terhadap bencana banjir dan abrasi di sekitar pantai. Dalam pengembangan dan pengelolaan mangrove di Kelurahan Mangunharjo menjadi dibutuhkan kerjasama antara Pemerintah Kota Semarang, swasta dan masyarakat setempat.
Dalam mengembangkan potensi dan mengatasi permasalahan kawasan pesisir Kelurahan Mangunharjo, maka diperlukan penerapan konsep “Waterfront city”. Konsep Waterfront City merupakan konsep pengembangan tepi pantai yang memiliki kontak visual dan fisik dengan air. Waterfront City merupakan bagian dari upaya pengembangan wilayah perkotaan yang secara fisik alamnya berada dekat dengan air dimana bentuk pengembangan pembangunan wajah kota yang terjadi berorientasi ke arah perairan. Prinsip perancangan Waterfront City adalah dasar-dasar penataan kota atau kawasan yang memasukan berbagai aspek pertimbangan dan komponen penataan untuk mencapai suatu perancangan kota atau kawasan yang baik. Pemanfaatan sempadan pantai atau pesisir terdapat penjelasan dalam RTRW Kota Semarang 2011-2031 bahwa sempadan pantai diizinkan untuk pengembangan pariwisata walaupun tertera pengembangannya secara terbatas.
Pada kawasan perancangan kawasan pesisir Kelurahan Mangunharjo akan dikembangkan konsep “Wisata Keluarga Hutan Mangrove Mangunharjo” yang menekankan pada aspek konservasi. Dari aspek konservasi akan diikuti oleh aspek-aspek lain yang mendukung seperti aspek edukasi dan transportasi. Pada aspek konservasi akan ditekankan sebagai tempat untuk pengembangan dan pembibitan mangrove sebagai salah satu pencegahan rob dan abrasi pantai di pantai utara Kota Semarang. Selain itu, juga akan dibangun resort dengan pemandangan indah di dekat laut. Aspek konservasi juga terdiri dari aspek edukasi yang memberikan pengetahuan tentang mangrove, seperti pusat penelitian ekosistem mangrove dan  mangrove trail.

1.2        Rumusan Masalah

Kelurahan Mangunharjo memiliki potensi hutan mangrove yang telah dikembangkan sejak tahun 2001. Namun dalam pengembangan dan pemanfaatan potensi mangrove di pesisir Mangunharjo belum optimal. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya sampah di pinggir sungai dan laut serta terdapat kerusakan mangrove di sepanjang pesisir yang berperan serta memperparah kondisi lingkungan disana. Masyarakat setempat kurang berpartisipasi dalam menjaga hutan mangrove yang ada dan cenderung kurang peduli terhadap pengembangan potensi mangrove yang kemungkinan besar dapat membantu perekonomian mereka. Masyarakat belum mengerti manfaat dari mangrove sehingga cenderung melakuan konversi hutan mangrove menjadi area pertambakan dan pertanian.
Pengembangan dan pemanfaatan potensi tanaman mangrove cocok untuk dilakukan di Kelurahan Mangunharjo karena letaknya yang strategis dan terhubung langsung dengan jalur pantura Semarang-Kendal. Namun, aksesibilitas menuju hutan mangrovenya yang kurang terjangkau. Untuk menuju ke hutan mangrove harus melewati permukiman penduduk yang jalannya sempit serta harus melewati jalan setapak yang berada di tengah-tengah tambak, sehingga hanya bisa dilewati dengan berjalan kaki. Dilihat dari isu kelembagaan, Pemerintah  Kota Semarang kurang memperhatikan banyaknya manfaat penanaman mangrove yang dapat memperkecil dampak dari abrasi serta dapat menjadikan Kelurahan Mangunharjo sebagai kawasan wisata mangrove. Pemerintah juga belum menyediakan anggaran daerah untuk membeli bibit mangrove, namun justru pihak swasta yang membantu membelikan bibit mangrove untuk ditanam di Kelurahan Mangunharjo. Masih perlunya penguatan koordinasi antara instansi terkait dan penegakan hukum akan memberi kontribusi bagi upaya pengembangan dan pemanfaatan potensi hutan tersebut.
Pengembangan mangrove juga sebagai usaha prevensi terhadap bencana abrasi dan banjir yang terjadi di sekitar pesisir pantai Mangunharjo. Kelurahan Mangunharjo merupakan salah satu kelurahan di Kecamatan Tugu yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa sehingga memiliki potensi abrasi yang cukup besar. Apabila terjadi abrasi dan banjir maka akan mengancam tambak warga sehingga akan berdampak juga pada perekonomian warga sekitar. Pengembangan mangrove juga diikuti oleh penghijaun dan penanaman bibit mangrove sehingga kawasan di pesisir pantai Mangunharjo terasa lebih rindang dan sejuk.

1.3       Tujuan dan Sasaran

1.3.1    Tujuan

Tujuan dari perancangan kota ini adalah membuat konsep design kawasan pariwisata pesisir Kota Semarang yaitu di Kecamatan Tugu tepatnya di Kelurahan Mangunharjo dengan mengembangkan dan memanfaatkan potensi mangrove yang ada. Konsep yang akan diterapkan pada wilayah studi adalah “Wisata Keluarga Hutan Mangrove Mangunharjo” berdasarkan aspek konservasi dengan memperhatikan kaidah-kaidah Waterfront City.

1.3.2    Sasaran

Sasaran yang dibutuhkan demi terwujudnya tujuan dalam perancangan kota ini adalah sebagai berikut :
  • ·         Melakukan justifikasi dan deliniasi wilayah studi perancangan
  • ·         Mengidentifikasi potensi dan permasalahan yang terdapat di wilayah studi perancangan
  • ·         Menentukan dan menyusun konsep perancangan
  • ·         Melakukan analisis-analisis perancangan kota, seperti : analisis aktivitas dan kebutuhan ruang dan lain-lain
  • ·         Melakukan analisis-analisis elemen-elemen perancangan kota
  • ·         Membuat desain siteplan pada wilayah studi perancangan
  • ·         Membuat detail rancangan dan Urban Design Guidelines

1.4       Ruang Lingkup

Ruang lingkup perancangan kota terdiri dari dua yaitu ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup materi, sebagai berikut:

1.4.1    Ruang Lingkup Wilayah

a           Makro
Kota Semarang merupakan Ibukota Provinsi Jawa Tengah yang berada di pesisir utara Laut Jawa. Kota Semarang memiliki luas 373 km2 dan terbagi menjadi 16 Kecamatan. Berikut ini adalah batas-batas administrasi Kota Semarang :
·      Sebelah Utara         : Laut Jawa
·      Sebelah Selatan      : Kabupaten Semarang
·      Sebelah Timur         : Kabupaten Kendal
·      Sebelah Barat         : Kabupaten Demak
 
Sumber : Bappeda Kota Semarang 2011 diolah oleh Kelompok 8A Perancangan Kota, 2015
Gambar 3.1 1 Peta Administrasi Kota Semarang
b        Meso
Ruang lingkup wilayah meso yang menjadi kawasan perancangan adalah Kecamatan Tugu. Kecamatan Tugu merupakan salah satu kecamatan yang ada di Semarang Timur dengan luas wilayah 31,29 km2.. Berikut ini adalah batas-batas administrasi Kecamatan Tugu :
·      Sebelah Utara         : Laut Jawa
·      Sebelah Selatan      : Kecamatan Ngaliyan
·      Sebelah Timur         : Kecamatan Semarang Barat
·      Sebelah Barat         :  Kabupaten Kendal
Sumber : Bappeda Kota Semarang 2011 diolah oleh Kelompok 8A Perancangan Kota, 2015
Gambar 3.1 2 Peta Administrasi Kecamatan Tugu
c         Mikro
Wilayah studi Perancangan Kota dengan tema “Waterfront City” berupa spot hutan mangrove yang berlokasi di Kota Semarang tepatnya di Kecamatan Tugu, Kelurahan Mangunhajo. Luas wilayah studi Perencanaan Kota sebesar 10,25 Ha. Adapun batas-batas wilayah studi sebagai berikut:
·      Sebelah Utara         : Laut Jawa
·      Sebelah Barat         : Tambak (Kelurahan Mangunharjo)
·      Sebelah Timur         : Tambak (Kelurahan Mangkang Wetan)                   
·      Sebelah Selatan      : Tambak (Kelurahan Mangunharjo)
Sumber : Bappeda Kota Semarang 2011 diolah oleh Kelompok 8A Perancangan Kota 2015
Gambar 3.1 3 Peta Deliniasi Wilayah Studi Perancangan Kota

1.4.3    Ruang Lingkup Materi

            Ruang lingkup materi yang akan dibahas dalam laporan ini adalah sebagai berikut :
·           Analisis Aktivitas Dan Kebutuhan Ruang
Analisis ini meliputi analisis aktivitas dan pengguna, analisis kebutuhan ruang, analisis hubungan antar kelompok aktivitas dan analisis organisasi ruang.
·           Analisis Tapak
Analisis ini meliputi analisis konstelasi wilayah, analisis lingkungan, analisis topografi, analisis aksesibilitas, analisis view, analisis vegetasi, analisis arah angin dan lintasan matahari, analisis drainase, analisis kebisingan dan menghasilkan rencana zoning kawasan.
·         Analisis Penyediaan Infrastruktur
Analisis penyediaan infrastruktur terdiri dari analisis jaringan jalan, jaringan air bersih, jaringan listrik, jaringan persampahan, dan jaringan sanitasi.
·         Elemen-Elemen Rancang Kota
Analisis elemen-elemen rancang kota meliputi tata guna lahan, bentuk dan massa bangunan, ruang terbuka, sirkulasi dan parkir, signage, jalur pejalan kaki, aktivitas penunjang dan preservasi.
·         Analisis Kriteria Terukur
Analisis kriteria terukur digunakan untuk menganalisis KDB (Koefisien Dasar Bangunan), ketinggian bangunan, GSB (Garis Sempadan Bangunan), dan jarak antar bangunan.
·         Amplop Bangunan
Amplop bangunan digunakan untuk menganalisis KDB (Koefisien Dasar Bangunan), ketinggian bangunan, GSB (Garis Sempadan Bangunan), dan jarak antar bangunan yang merupakan standarisasi bangunan didalam  kawasan perancangan.
·         Analisis  Tak Terukur
Analisis tak terukur digunakan untuk menganalisis access, compability, view, identity, sense dan liveability yang terdapat di kawasan perancangan.
·         Elemen-Elemen Estetika
Analisis ini digunakan untuk menganalisis proporsi, hirarki, balance dan irama.
·         Elemen-Elemen Citra Kota
Analisis elemen-elemen citra kota terdiri dari path, edge, landmark, district, dan node.
·         Urban Design Guideliness
Disusun dengan tujuan menghubungkan hasil rancangan kedalam suatu panduan rancang yang spesifik, yang berisi peruntukkan kawasan, pola dan tata massa bangunan, pengaturan fasilitas pendukung, pengaturan street furniture, dan isonometri.

1.5       Kerangka Pikir


Sumber : Analisis Kelompok 8A Perancangan Kota, 2015
Gambar 3.1 4 Kerangka Pikir Perancangan

1.6       Sistematika Penulisan

            Sistematika dari penulisan laporan perancangan kota adalah sebagai berikut :
BAB I             PENDAHULUAN
Pada bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan sasaran, ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup materi, kerangka pikir, dan sistematika penulisan.
BAB II KAJIAN LITERATUR
Pada bab ini berisi kajian literatur mengenai pengertian waterfront city dan best practice.
BAB III GAMBARAN UMUM
Bab ini membahas mengenai konstelasi wilayah studi yang terdapat tinjauan kebijakan, gambaran wilayah studi perancangan yang meliputi batas wilayah dan kondisi fisik.
BAB IV KONSEP PERANCANGAN
Bab ini membahas mengenai konsep perancangan, justifikasi pemilihan konsep, indikator konsep, dan penerapan konsep
BAB V ANALISIS PERANCANGAN KAWASAN
Bab ini membahas mengenai analisis aktivitas dan kebutuhan ruang, analisis tapak, analisis penyediaan infrastruktur, elemen-elemen rancang kota, analisis kriteria terukur, amplop bangunan, analisis kriteria tak terukur, analisis elemen estetika, analisis elemen citra kota.
BAB VI URBAN DESIGN GUIDELINES (UDGL)
Bab ini membahas mengenai peruntukan kawasan, pola dan tata massa bangunan.
BAB VII PENUTUP

            Bab ini berisi kesimpulan dari analisis-analisis yang telah dilakukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar