Senin, 28 Desember 2015

BAB III

GAMBARAN UMUM


3.1        Konstelasi Wilayah

Kelurahan Mangunharjo merupakan salah satu kelurahan di Kecamatan Tugu, Kota Semarang yang memiliki luas 632,802 Ha. Berdasarkan RTRW Kota Semarang tahun 2011 - 2031 Kelurahan Mangunharjo termasuk dalam BWK X subX.3 dengan jumlah penduduk ±5661 jiwa pada tahun 2013 dan kepadatan ± 8,95 jiwa/hektar dimana sempadan pantainya termasuk dalam kawasan pelestarian alam bersama dengan Kelurahan Mangkang Kulon, Kelurahan Mangkang Wetan, Kelurahan Randugarut, dan Kelurahan Tugurejo.
Menurut RTRW Kota Semarang tahun 2011 - 2031 Kelurahan Mangunharjo termasuk pusat lingkungan X.3 di BWK X. Kelurahan Mangunharjo juga menjadi kawasan perlindungan setempat, kawasan yang dimaksud adalah sempadan pantai. Pasal 70 ayat pada RTRW Kota Semarang tahun 2011-2031 menyatakan Kelurahan Mangunharjo masuk dalam kawasan pantai berhutan bakau/mangrove yang juga menjadi Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam, dan Cagar Budaya sebagaimana dikatakan pada pasal 67.

3.1.1    Tinjauan Kebijakan (RTRW Kota Semarang)

Mangunharjo merupakan salah satu kelurahan yang ada di Kecamatan Tugu, Kota Semarang. Jumlah penduduk Kecamatan Tugu pada tahun 2013 berjumlah 30.904 dengan jumlah penduduk perempuan 15.393 jiwa dan penduduk laki laki 15.511 jiwa, sedangkan untuk jumlah penduduk di Kelurahan Mangunharjo itu sendiri adalah 5.663 jiwa yang terdiri dari 2.847 penduduk perempuan dan 2.816 penduduk laki-laki. Kelurahan Mangunharjo menurut RTRW kota Semarang termasuk dalam BWK X dengan fungsi utama sebagai kawasan industri. Pada pasal 14 Kelurahan Mangunharjo termasuk dalam pusat pelayanan BWK X yaitu untuk rencana lokasi pengembangan pusat lingkungan. Pengembangan kawasan sebagai suaka alam, pelestarian dan cagar budaya dalam bentuk pantai berhutan mangrove dengan sempadan pantai ±175 Ha.
Pemanfaatan wilayah pesisir menurut RTRW Kota Semarang meliputi kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan lindung yaitu ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan. Pemanfaatan lahan sebagai kawasan lindung terdiri atas sempadan pantai dan hutan mangrove, sedangkan kawasan budidaya terdiri atas kawasan perikanan tambak. Upaya untuk melindungi garis pantai dengan cara pengembangan sabuk pantai (green belt), yaitu dengan penanaman/rehabilitasi mangrove. Persoalan pengelolaan kawasan pesisir pada akhirnya memunculkan isu-isu strategis, khususnya yang ada di Kecamatan Tugu, Kota Semarang. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Semarang Tahun 2010-2015 menjelaskan bahwa isu strategis sebagai suatu kondisi/kejadian penting yang apabila tidak diantisipasi akan menimbulkan kerugian yang lebih besar, akan menghilangkan peluang apabila tidak dimanfaatkan.

3.2       Gambaran Wilayah Studi

3.2.1    Kondisi Topografi

Pada umumnya karena wilayah studi merupakan tepat pada garis pantai, oleh karena itu kelerengan pun datar yakni 0.02% dengan ketinggian nol mdpl. Oleh karena itu topografi bukan menjadi halangan untuk pengembangan dan atau pembangunan di wilayah pesisir, apalagi tepat pada bibir pantai. Sehingga sangat memungkinkan untuk membuat segala macam hal di taman mangrove jika hanya aspek topografi saja yang dipertimbangkan.
 Sumber : Bappeda Kota Semarang 2011 diolah oleh Kelompok 8A Perancangan Kota, 2015
Gambar 4.  1 Peta Kelerengan Hutan Mangrove Mangunharjo

3.2.2    Kondisi Klimatologi

Curah hujan di Hutan Mangrove Mangunharjo memiliki intensitas 27,7 - 34,8 mm/tahun artinya curah hujan ialah sedang. Artinya memungkinkan jika pada musim hujan wilayah ini terdampak hujan sehingga meningkatkan level air ditambah dengan pasang air laut.
Sumber : Bappeda Kota Semarang 2011 diolah oleh Kelompok 8A Perancangan Kota, 2015
Gambar 4.  2 Peta Curah Hujan di Hutan Mangrove Mangunharjo

3.2.3    Kondisi Jenis Tanah

Sebagai wilayah pengendapan, substrat di pesisir bisa sangat berbeda, yang paling umum adalah hutan bakau tumbuh di atas lumpur tanah liat bercampur dengan bahan organik. Akan tetapi di beberapa tempat, bahan organik ini sedemikian banyak proporsinya, bahkan ada pula hutan bakau yang tumbuh di atas tanah bergambut. Substrat yang lain adalah lumpur atau tanah aluvial dengan kandungan pasir yang tinggi, atau bahkan dominan pecahan karang, di pantai-pantai yang berdekatan dengan terumbu karang. Tanah di hutan mangrove biasanya memiliki tingkat garam atau salinitas tinggi.
Sumber : Bappeda Kota Semarang 2011 diolah oleh Kelompok 8A Perancangan Kota, 2015
Gambar 4.  3 Peta Jenis Tanah di Hutan Mangrove Mangunharjo

3.2.4    Kondisi Rawan Bencana

Keseluruhan wilayah ialah rawan banjir, tentunya juga rawan abrasi dan pasang-surut oleh karena lokasinya yang berbatasan langsung dengan laut. Selain itu terdapat kerawanan gempa dengan skala mercalli dibawah skala 4 artinya intensitas rendah dengan dampak yang akan ditimbulkan juga tidak destruktif.
Sumber : Bappeda Kota Semarang 2011 diolah oleh Kelompok 8A Perancangan Kota, 2015
Gambar 4.  4 Peta Rawan Bencana di Hutan Mangrove Mangunharjo

3.2.5    Kondisi Infrastruktur

Infrastruktur di hutan mangrove tentunya sangat minim atau bahkan bisa dikatakan tidak ada. Hal ini dikarenakan memang fungsinya sekarang hanya menjadi hutan mangrove, faktor lain adalah tidak adanya permukiman satupun. Satu-satunya infrastruktur yakni jembatan yang hanya setapak dan terbuat dari kayu. Selain itu terdapat sandaran perahu dimana hanya seadanya, juga terdapat beberapa gubuk bambu yang berfungsi sebagai parkir sepeda nelayan dan tempat beristirahat.
     Sumber: Dokumentasi Kelompok 8A Perancangan Kota, 2015
Gambar 4.  5 Gubuk dan Jembatan Bambu di Kawasan Hutan Mangrove

3.2.6    Kondisi Aksesibilitas

Akses didalam hutan mangrove dan menuju hutan mangrove dari batas terluar permukiman sangat sulit, karena hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki, jaraknya kurang lebih satu kilometer dari batas terluar permukiman hingga batas selatan hutan mangrove. Namun akses daripada jalan utama (Jalan Nasional 1) menuju batas terluar sudah didukung oleh jalan lingkungan dengan kualitas yang sangat bagus sepanjang 3,1 km.
Sumber: Dokumentasi Pribadi oleh Kelompok 8A Perancangan Kota, 2015
Gambar 4.  6 Akses Berupa Jalan Tanah Menuju Hutan Mangrove

3.2.7    Kondisi Sarana Transportasi

Transportasi sangat tidak mendukung karena tidak adanya sistem transportasi massal hingga menuju hutan mangrovenya, transportasi umum hanya berada di batas Jalan Pantura. Sedangkan jarak dari pinggir Jalan Pantura masih 3,9 km hingga hutan mangrove, dimana hanya didukung oleh becak atau moda ojek. Walaupun begitu di Jalan Pantura sudah didukung banyak transportasi massal mulai dari angkot, bus AKAP, hingga BRT koridor I.

3.2.8    Kondisi Penggunaan Lahan

Sesuai dengan RTRW Kota Semarang Tahun 2011 - 2031 dimana peruntukkan di Kelurahan Mangunharjo ialah konservasi mangrove. Pada eksisting tidak hanya terdapat konservasi hutan mangrove, khususnya di wilayah studi masih terdapat tambak walaupun proporsi atau presentasenya sangat kecil jika dibandingkan dengan kawasan hutan mangrovenya.
Sumber: Dokumentasi Pribadi oleh Kelompok 8A Perancangan Kota, 2015
Gambar 4.  7 Keberadaan Hutan Mangrove Berbatasan Langsung Dengan Tambak

3.2.9    Kondisi Sistem dan Vegetasi Ruang Terbuka Hijau

Wilayah studi yang merupakan hutan mangrove didominasi tentunya oleh vegetasi mangrove sehingga keseluruhan dari wilayah studi adalah RTH. Pengembangan kawasan hutan mangrove akan terus terjadi mengingat kebutuhan Kota Semarang terhadap mangrove dan lahan pembibitan-penanaman yang masih luas. Jenis vegetasi di hutan mangrove ini ada tiga genus utama yakni bakau (Rhizophora Sp.), api - api (Acanthus Sp.), dan berus/putut (Bruguiera Sp.) dengan puluhan jenis spesies. Keseluruhan vegetasi merupakan jenis tanaman mangrove yang memiliki karakteristik dan fungsi yang sama.
Sumber : Dokumen Pribadi oleh Kelompok 8A Perancangan Kota, 2015
Gambar 4.  8 Keberadaan Mangrove Di Garis Pantai Mangunharjo

3.3       Potensi dan Permasalahan

3.3.1    Potensi

Terdapat beberapa potensi yang ada di Kelurahan Mangunharjo terutama yang berkaitan dengan perancangan kawasan yang akan dilakukan. Kelurahan Mangunharjo memiliki hutan mangrove yang telah dikembangkan sejak tahun 2001. Terdapat pula pertambakan disekitar hutan mangrove yang menjadi salah satu tempat bagi warga Mangunharjo untuk bekerja. Tambak-tambak ini jika dikembangkan dengan baik, maka bukan tidak mungkin akan dapat membantu meningkatkan perekonomian yang ada. Dengan demikian, masyarakat akan dapat meningkatkan kesejahteraannya dan tidak hanya bergantung pada wisata mangrove yang ada.
Kawasan Wisata Mangrove ini juga telah dikenal bahkan sampai ke luar negri. Sering terdapat kunjungan dari negara-negara lain seperti Jepang, Belgia, China, Korea, Jerman dan negara-negara lainnya. Terdapat juga banyak pengunjung dari daerah di sekitar Kelurahan Mnagunharjo. Biasanya merupakan kunjungan dari suatu instansi atau kelompok pecinta alam tertentu. Kunjungan mereka biasanya karena ingin ikut menanam mangrove dan melestarikan sebagian hutan mangrove yang  telah rusak.

3.3.2    Permasalahan

Masalah yang ada di hutan mangrove umumnya berasal dari faktor - faktor eksternal baik eksternal secara wilayah maupun secara kepentingan. Berikut dibawah ini pemetaan struktur permasalahan yang ada :


3.4     Analisis SWOT
Tabel III. 1 Analisis SWOT
No.
Strength
Weakness
Opportunity
Treat
1.
Hutan mangrove sudah sangat baik dikelola.
Akses dan infrastruktur yang sangat minim.
Investasi dan perhatian swasta maupun lembaga internasional tinggi.
Perhatian dan strategi pemerintah kota khususnya masih kurang.
2.
Masyarakat terutama nelayan dan pengelola mangrove yang ramah dan terbuka.
Pada umumnya masyarakat sekitar belum terlalu mengerti mengenai urgensi dan potensi yang dimiliki mangrove.
Terdapat kelompok masyarakat yang membudidayakan mangrove di sekitar hutan mangrove.
Tambak dan beberapa luas lahan disekitar hutan mangrove sudah merupakan akuisisi oleh pengembang/swasta.
3.
Jarak dengan akses langsung dengan Jalan Nasional 1 yang dekat (3,9 km)
Terdapat banyak sampah dialiran - aliran sungai di sekitar hutan mangrove.
Wisata pesisir di Kota Semarang sangat kurang, menjadikan potensi hutan mangrove menjadi alternatif.
Menjorok langsung ke laut sehingga rentan untuk abrasis selain itu intensitas pasang-surut tinggi.

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar